Perubahan Aturan dan Format Liga Champions Musim 2018/19 - IDCASH88 Blog

Breaking

HTML/JavaScript

Saturday 26 May 2018

Perubahan Aturan dan Format Liga Champions Musim 2018/19


Liga Champions, tidak dapat dimungkiri, adalah salah satu kompetisi sepak bola terakbar di dunia. Kendati pesertanya hanya klub-klub Eropa, nyatanya sangat sulit bagi mereka yang berada di benua lain untuk tak acuh terhadap kejuaraan yang telah berumur 62 tahun tersebut.

Salah satu bukti nyata kebesaran Liga Champions dapat kita lihat berdasarkan pemasukan yang mereka terima dari berbagai sumber, seperti hak siar dan sponsor. Berdasarkan laporan resmi UEFA, demi Liga Champions 2016/17 saja mereka telah menyiapkan uang sebesar €1.2689 miliar untuk dibagikan kepada klub-klub peserta, sesuai prestasi masing-masing. Nominal tersebut tentu tidak berasal dari hasil urunan para staf dan petinggi UEFA.

Dalam perkembangannya, Liga Champions mengalami perubahan format berkali-kali. Pada edisi pertama tahun 1955, contohnya, kompetisi ini hanya dapat diikuti oleh 16 tim yang menjuarai liga masing-masing. Seiring berjalannya waktu, tim non-juara liga juga boleh berpartisipasi, sehingga jumlah peserta bertambah hingga menyentuh angka 32 tim.



Titik balik keberhasilan UEFA terjadi pada musim 1992-93. Mereka melakukan revolusi besar-besaran pada sistem lama dengan memperkenalkan kompetisi berisi 24 tim, menggunakan fase penyisihan grup yang kemudian baru dilanjutkan dengan fase gugur. Format ini mendapatkan respon positif, sehingga pada musim 1999-00, jumlah peserta kembali menjadi 32 tim dan menerapkan dua fase penyisihan grup.

Dua tahun kemudian, UEFA merasa dua fase penyisihan grup terlalu ‘bertele-tele’. Mereka menilai satu fase penyisihan grup adalah yang terbaik, dan terus dipertahankan hingga sekarang.

“Ini Adalah Sebuah Evolusi, Bukan Sebuah Revolusi.”

Begitu UEFA mencoba memenangkan hati para pengkritik usai mengumumkan bahwa Liga Champions akan memiliki perubahan mulai dari tahun 2018 hingga 2021. Satu hal yang perlu ditekankan adalah UEFA memastikan tidak akan mengubah format putaran final, tetapi jalur kualifikasi dan pendistribusian subsidi.

UEFA mengandalkan ranking koefisien untuk membagi jatah 32 tiket Liga Champions kepada 54 asosiasi anggota. Hal ini membuat jalur menuju putaran final menjadi beragam bagi setiap liga.

Ada yang langsung mengamankan tempat di fase penyisihan grup, ada yang harus menjalani babak play-off, ada juga yang terpaksa berjuang dari babak kualifikasi pertama hingga ketiga.

Agar lebih mudah dipahami, mari coba kita lihat bagaimana UEFA menentukan para peserta Liga Champions musim ini. Penting untuk diingat bahwa sistem pembagian tiket yang mereka terapkan masih ditentukan oleh ranking pada pengujung musim 2014/15.

Spanyol, Inggris, dan Jerman: tiga tim terbaik liga langsung lolos ke putaran final, sementara tim peringkat keempat lolos ke babak play-off.

Italia dan Portugal: dua tim terbaik liga langsung lolos ke putaran final, sementara tim peringkat ketiga lolos ke babak play-off.

Prancis: dua tim terbaik liga langsung lolos ke putaran final, sementara tim peringkat ketiga lolos ke babak kualifikasi ketiga.

Rusia, Ukraina, Belanda, Belgia, Swiss, dan Turki: tim terbaik liga langsung lolos ke putaran final, sementara tim peringkat kedua lolos ke babak kualifikasi.

Itu baru membahas asosiasi yang berada di posisi 12 besar ranking UEFA. Negara-negara yang peringkatnya berada di bawah mereka tentu harus melewati jalan yang lebih terjal untuk lolos ke putaran final.

Prancis dan Portugal masing-masing mendapatkan dua tiket otomatis, sementara Rusia dan Ukraina mendapatkan satu. Bagi klub Belanda, Swiss, dan Turki, mereka harus berjuang dari babak play-off. Untuk asosiasi-asosiasi lainnya, UEFA baru akan memberikan penjelasan resmi menjelang pengujung tahun 2016.



UEFA juga memastikan juara Europa League akan mendapatkan hadiah tambahan berupa tiket putaran final Liga Champions. Jadi, mereka tidak lagi tergantung dengan peringkat liga, sesuai peraturan yang berlaku saat ini.

Sistem baru tersebut memunculkan kekhawatiran bahwa UEFA tidak berpihak kepada asosiasi, beserta liga dan klubnya, yang berada di bawah garis kemahsyuran. Tidak hanya dari segi olahraga, tetapi juga kesejahteraan finansial (baca: bagi-bagi jatah uang). Namun, hal ini dibantah keras oleh UEFA.

“Hak seluruh asosiasi dan klub-klubnya untuk berkompetisi di kompetisi para klub elit Eropa tetap dipertahankan. Kami tetap menjaga proses kualifikasi agar klub-klub dan negara yang lebih kecil masih bida berpartisipasi di fase penyisihan grup kompetisi,” tulis UEFA melalui laman resminya.

“Faktanya, model pendistribusian pemasukan yang baru menjamin peningkatan kepada liga dan klub yang tersingkir di babak kualifikasi. Sebagai tambahan, pengurangan pembiayaan pada mereka yang otomatis lolos berarti seluruh klub akan mendapatkan lebih banyak uang dari prestasi olahraga dan tidak hanya mengandalkan hak siar.”



Khusus isu finansial, UEFA memperkenalkan empat pilar sistem subsidi yang baru, yakni bayaran awal, performa di kompetisi, koefisien klub, dan pasar. Mereka bahkan siap membentuk sebuah grup bernama UEFA Club Competitions SA yang nantinya ditugaskan khusus untuk mengatur masalah subsidi. Separuh dari anggota grup tersebut akan dipilih langsung oleh UEFA, sementara sisanya ditentukan oleh Europe Club Association (Asosiasi Klub-Klub Eropa).

Tidak sedikit yang meyakini bahwa seluruh penjelasan UEFA tersebut tetap tak mengubah fakta bahwa klub-klub yang relatif lebih kecil akan semakin sulit lolos ke putaran final. Selain itu, berdasarkan para anggotanya, grup yang mengatur pendistribusian pemasukan tersebut juga diduga hanya akan mengutamakan kepentingan klub-klub elit.

Bagaimanapun, selama belum berjalan, kita masih tak bisa memberikan penilaian pasti tentang sistem Liga Champions yang baru ini. Mari, berharap saja janji-janji manis UEFA dapat terealisasi, tanpa harus membayar buzzer-buzzer ternama media sosial untuk membela diri.